Plasma Kebun Sawit Banyak Rugikan Masyarakat

id Plasma Kebun Sawit Banyak Rugikan Masyarakat, kelapa sawit,

Plasma Kebun Sawit Banyak Rugikan Masyarakat

Ilustrasi, Istimewa

Perusahaan lebih mementingkan kebun inti dari pada plasma sehingga masyarakat dirugikan,
Sampit (Antara Kalteng) - Penerapan plasma perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah masih banyak dikeluhkan karena dianggap merugikan masyarakat dan lebih menguntungkan perusahaan.

"Perusahaan lebih mementingkan kebun inti dari pada plasma sehingga masyarakat dirugikan, padahal masyarakat sudah dengan suka rela menyerahkan lahan mereka. Kami minta pemerintah daerah turun tangan menyelesaikan masalah ini," kata Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Balanga, Gahara di Sampit, Rabu.

Untuk kesekian kalinya Gahara menerima pengaduan masyarakat terkait permasalahan kebun plasma yang merugikan masyarakat. Kali ini keluhan disampaikan sejumlah warga di Kecamatan Mentaya Hulu yang tergabung dalam Koperasi Santana Bersatu, yang merasa dirugikan oleh perusahaan dalam kemitraan plasma sawit.

Diceritakan, 2006 lalu koperasi dan PT KIU membuat kesepakatan bermitra plasma kebun kelapa sawit. Saat itu masyarakat menyerahkan lahan seluas 2000 hektare dengan kesepakatan 1000 hektare menjadi kebun inti perusahaan dan 1000 hektare sisanya untuk plasma.

Belakangan perusahaan telah menggarap seluruh lahan yang menjadi kebun inti mereka, namun untuk kebun plasma hanya tergarap sekitar 850 hektare dengan alasan sisanya tidak bisa digarap karena lahannya berupa rawa.

Saat ini kebun tersebut sudah dipanen, namun sudah sepuluh bulan ini sejumlah anggota koperasi tidak menerima hasilnya sehingga mereka merasa kecewa. Sebagian warga, salah satunya Sudibyo yang melaporkan masalah ini, ingin mengambil lahannya kembali untuk digarap sendiri karena merasa tidak mendapat pembagian dari perusahaan.

Sayangnya, keinginan mengambil kembali lahan itu tidak berhasil karena sekitar 80 hektare lahannya masuk dalam kebun inti sehingga perusahaan tidak mengizinkannya. Hingga kini masalahnya belum ada titik temu meski sudah dimediasi.

Mediasi sudah pernah dilakukan, di antaranya pada 4 Oktober 2013 lalu di kantor Camat Mentaya Hulu namun belum membuahkan hasil. Tawaran solusi pembagian 50:50 pun belum disepakati kedua belah pihak.

"Perusahaan harusnya juga berpikir bahwa status lahan itu (diduga) masih hutan negara dan di luar HGU (hak guna usaha) perusahaan tersebut. Kami mendesak pemerintah daerah membantu penanganan ini agar tidak menimbulkan masalah serius," harap Gahara.



(T.KR-NJI/B/N005/N005)