Damang Batu Patut Diberi Penghargaan Pahlawan Nasional

id Damang Batu Patut Diberi Penghargaan Pahlawan Nasional

Damang Batu Patut Diberi Penghargaan Pahlawan Nasional

Sejarah " Rapat Damai Tumbang Anoi" (Istimewa)

Palangka Raya (Antara Kalteng) - Ketua Presidium Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Daerah Kalimantan Tengah Prof H KMA M Usop mengatakan Damang Batu patut diberi penghargaan sebagai pahlawan nasional dari Kalimantan.

Damang Batu memiliki segudang jasa untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Dayak Kalimantan dalam mengakhiri perang antar suku melalui rapat yang dikenal hingga kini yakni "Rapat Damai Tumbang Anoi" kata Usop di Palangka Raya, Minggu.

Dalam bukunya "Pakat Dayak", tokoh Kalteng itu mencatat sebanyak 152 suku yang diundang oleh Damang Batu ke Tumbang Anoi untuk mengakhiri perang sesama suku Dayak melalui RDTA.

Apabila tidak ada perdamaian tersebut, jelas KMA M Usop, maka tradisi permusuhan antar suku Dayak akan terus terjadi.

Oleh sebab itulah, jasa Damang Batu mampu mengakhiri tradisi permusuhan antar sub-suku Dayak seperti Hakayau (potong kepala), Hapunu (saling membunuh) dan hajipen (perbudakan) di seluruh wilayah Kalimantan pada rapat pertemuan itu,

Damang Batu juga mampu memberlakukan hukum adat, meniadakan hajipen dan menghentikan hakayau sesama suku Dayak.

"Beliau gigih memperjuangkan segala sesuatunya demi mewujudkan perdamaian, mempersatukan jati diri orang Dayak Kalimantan dari rumpun proto Melayu sesuai dengan Pancasila dan Bhinika Tunggal Ika serta UUD 1945 dengan segala keterbatasan dan keterisolasian daerah pada saat itu," tandasnya.

Selanjutnya, pihaknya menyampaikan pada Oktober 2014 mendatang akan menggelar acara Pumpung Hai dan Pakat Dayak Kalteng sekaligus Napak Tilas peringatan Satu Abad Rapat Tumbang Anoi dari tahun 1894-1994.



Diakui Belanda

Masih dalam catatan buku yang ditulisnya, Usop juga mencatat pertemuan rapat di Tumbang Anoi itu telah berhasil membentuk tatanan bersama yang diwujudkan dalam kesepakatan untuk menyeragamkan aturan dalam hukum adat yang sifatnya umum. Seperti membahas 592 perkara yang terdiri dari 96 pasal dalam aturan hukum adat

Berdasarkan atas dasar sejarah dan mampu menyelesaikan 592 perkara yang tertuang dalam Rapat Dayak Tumbang Anoi (RDTA) untuk hukum adat pada tahun 1894 silam, pihak Belanda sendiri pun mengakui dengan adanya hukum adat Dayak pada zaman itu, tandasnya.

Pihaknya menilai, saat ini hukum adat Dayak dinilai masih kurang dalam pengakuan di era zaman sekarang ini. Oleh sebab itulah ia ingin adanya penegasan dan pengakuan hukum adat Dayak ini bisa lebih dipertahankan untuk permasalahan atau persengketaan yang bisa saja terjadi di provinsi berjuluk "Bumi Tambun Bungai" itu.

Di zaman Belanda dulu hukum adat Dayak diakui, tetapi sekarang pengakuan itu masih belum dipertegas dengan alasan masih ada peraturan pemeritah yang berhak mengatur permasalahan hukum, katanya.

Tokoh Kalteng itu mengatakan, baik hukum pemerintah maupun hukum adat, walaupun pada dasarnya lebih mengacu ke persoalan dimana permasalahan itu bisa diselesaikan secara adat Dayak, tidak masalah.

Sebab waktu zaman dulu hukum adat Dayak masih di gunakan apabila ada permasalahan atau perselisihan antar sesama suku orang Dayak.

Ia berharap seluruh masyarakat Dayak se Kalimantan untuk melihat kembali sejarah pertemuan para tokoh Dayak di Tumbang Anoi tahun 1894 silam.

Apresiasi penghargaan atas jasa kepada para tokoh Dayak Kalimantan yang telah memperjuangkan hak masyarakat Dayak pada zaman dahulu harus diperhatikan oleh pemerintah provinsi sekarang ini.

"Melalui Gubernur, Kami mengusulkan agar Damang Batu memperoleh penghargaan sebagai Pahlawan Nasional dari Kalimantan, sebab jasa-jasanya sebagai pelopor Hak Asasi Manusia (HAM) khusunya bagi masyarakat Dayak, sudah jelas dan terbukti berguna bagi kelangsungan hidup masyarakat Kalteng saat ini," demikian KMA M Usop.




(T.KR-RON/B/M019/M019)