Petani Rotan Minta Tanggung Jawab Pemerintah

id Petani Rotan Minta Tanggung Jawab Pemerintah

Petani Rotan Minta Tanggung Jawab Pemerintah

Petani Rotan (FOTO ANTARA Kalteng/Rachmat Hidayat)

Sampit (Antara Kalteng) - Petani rotan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, meminta tanggung jawab pemerintah untuk mencarikan solusi di sektor rotan yang kini terpuruk akibat larangan ekspor rotan mentah.

"Mana bukti pemerintah peduli terhadap rakyat kecil? Buktinya kebijakan pemerintah justru membuat kami petani rotan menderita. Membuat kebijakan semaunya, tanpa memikirkan dampaknya terhadap masyarakat," kata Irsyad, petani rotan di Sampit, Minggu.

Seperti diketahui, sejak akhir 2011 lalu pemerintah melarang ekspor rotan mentah dengan alasan ingin menggalakkan produk dalam negeri sehingga yang diekspor hanya barang jadi dan harganya jauh lebih menguntungkan petani dibanding jika diekspor dalam bentuk rotan mentah.

Namun tampaknya kebijakan tersebut tidak dikaji secara mendalam dengan melibatkan petani dan pelaku bisnis rotan di tingkat bawah. Buktinya, petani dan pelaku bisnis rotan di daerah-daerah penghasil rotan langsung terpuruk karena harga rotan anjlok.

Seperti di Kotim, pengusaha terpaksa ramai-ramai melakukan pengurangan karyawan karena permintaan sangat sepi. Bahkan pengusaha dan petani rotan merugi karena banyak rotan membusuk lantaran tidak ada pembeli.

Industri rotan dalam negeri hanya bisa menyerap sebagian kecil produksi rotan mentah Kalteng. Janji pemerintah memberikan solusi kepada petani dengan sistem resi gudang, hingga kini belum juga terealisasi.

"Mereka di sana (pusat) enak-enak menganggap kebijakan ini yang terbaik, tapi kami yang merasakan penderitaannya. Mereka tidak merasakan betapa menderitanya kami. Pemerintah pusat sama sekali tidak peduli," ucap Irsyad.

H Dahlan Ismail, pengepul rotan di Kelurahan Kotabesi Hilir Kecamatan Kotabesi, mengatakan, petani rotan sangat terpukul dengan kebijakan tersebut karena mereka kehilangan mata pencaharian.

Saat ini banyak petani rotan yang frustrasi sehingga menjual kebun rotan mereka kepada perusahaan kelapa sawit, bahkan ada yang membakarnya. Jika kondisi ini terus berlangsung, dikhawatirkan kebun rotan di seluruh Kotim akan habis.

Dahlan merupakan salah satu pelaku bisnis rotan yang dengan berat hati dan sangat terpaksa harus melakukan pengurangan hampir separuh karyawannya karena bisnisnya terpuruk usai pemberlakuan larangan ekspor rotan mentah tersebut.

"Selama ini kami petani dan pelaku bisnis rotan berusaha sendiri, tidak pernah merepotkan pemerintah. Bahkan kami membantu pemerintah untuk menyerap tenaga kerja. Tapi kenyataannya, bukannya membantu, malah pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membuat kami menderita," ucap Dahlan dengan nada kecewa.

Menurutnya, kondisi ini merupakan kegagalan pemerintah karena mengeluarkan kebijakan tanpa memikirkan dampak sosial yang ditimbulkan. Parahnya, pemerintah bahkan tidak peduli dengan penderitaan petani rotan saat ini.



(T.KR-NJI/B/N005/N005)