BPPT: E-voting Pemilu Terganjal Masalah Legalitas

id BPPT: E-voting Pemilu Terganjal Masalah Legalitas, Voting, Pemilu

BPPT: E-voting Pemilu Terganjal Masalah Legalitas

Dokumen foto warga dipandu petugas TPS 02 Letta Kecamatan Bantaeng, Sulawesi Selatan, menggunakan perangkat teknologi e-voting. (ANTARA/Dewi Fajriani) Istimewa

Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menilai bahwa penerapan sistem elektronik dalam pemungutan suara (e-voting) saat pemilihan umum masih menyisakan masalah terkait legalitas pelaksanaan.

"Dari sisi kepala daerah, masyarakat, pembiayaan, penyelenggara telah siap. Hanya sisi legalitas yang masih mengganjal sampai saat ini," kata Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT Andrari Grahitandaru dalam diskusi bertajuk "Mengukur Kesiapan Daerah dengan Pilkada e-Voting" di Jakarta, Rabu.

Dia menjabarkan, secara umum berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pemilu boleh menggunakan e-voting asalkan memenuhi asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, serta kesiapan lima komponen secara kumulatif, yakni kesiapan teknologi, penyelenggara, pembiayaan, legalitas, dan masyarakat.

"Sisi legalitas itu yang masih mengganjal," ujarnya.

Menurut dia, meskipun MK memperbolehkan penerapan e-voting dalam pemilu, putusan itu tidak operasional, sehingga penerapannya dalam pemilu membutuhkan peraturan komisi pemilihan umum (KPU).

Masalahnya, kata dia, peraturan KPU tidak bisa langsung berdasarkan putusan MK, tetapi harus mengacu kepada undang-undang.

"Jadi, tinggal menunggu peraturan dari KPU saja," kata dia.

Terkait teknis pelaksanaan, Andrari mengatakan bahwa BPPT sejak 2010 hingga 2013 melakukan simulasi e-voting di setiap pilkada untuk mendapatkan masukan masyarakat melalui kuisioner.

Hasil kuisioner itu, menurut dia, mencatat sebanyak 99 persen masyarakat belum pernah mengetahui apa itu e-voting, tetapi setelah mencobanya ada 97 persen mengatakan mudah, 98 persen percaya, dan 99 persen setuju pilkada menerapkannya.

Dalam simulasi itu, dikemukakannya, masyarakat hanya perlu membawa undangan ke tempat pemilihan suara (TPS), mencocokkan hak pilih untuk mendapatkan kartu pintar.

Selanjutnya, masyarakat membawa dan menggunakan kartu tersebut di bilik suara, untuk kemudian menggunakan hak pilih di sebuah layar sentuh.

"Layarnya cukup disentuh dengan memilih calon yang ada, lalu dikonfirmasi ya atau tidak. Setelah itu akan keluar struk bernomor sesuai pilihan, untuk dimasukkan ke kotak audit," ujarnya.

Andrari menambahkan bahwa jaringan pemilihan akan langsung terkirim ke server untuk memudahkan rekapitulasi suara secara langsung.