Bacalon Perseorangan Gubernur Kalteng Berencana Gugat KPU

id Calon Gubernur Kalteng Gugat KPU, Kalteng, Palangkaraya, Pancani Gandrung

Bacalon Perseorangan Gubernur Kalteng Berencana Gugat KPU

Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Perindo Provinsi Kalteng, Panca Gandrung (tengah) (FOTO ANTARA Kalteng/Rendhik Andika)

Kami melihat ada kesalahan sistem di KPU...
Palangka Raya (Antara Kalteng) - Bakal Calon Gubernur Kalimantan Tengah dari perseorangan, Habib Ismail berpasangan dengan Pancani Gandrung berencana menggugat Komisi Pemilihan Umum provinsi bila tidak lolos dalam Pemilihan Kepala Daerah 9 Desember 2015.

Calon Gubernur Kalteng dari perseorangan Habib Ismail di Palangka Raya, Senin, menyebut perbedaan data surat dukungan softcopy dengan hardcopy bukan alasan yang tepat untuk tidak meloloskan.

"Kami melihat ada kesalahan sistem di KPU, jadinya surat dukungan softcopy tidak bisa di print. Kami sedang membandingkan system yang digunakan KPU Kalteng dengan Pusat terkait softcopy," ucap dia.

Anggota DPD RI asal Kalteng itu mengatakan secara administrasi, keterlambatan pencetakan data softcopy tidak lain disebabkan adanya kesalahan program aplikasi dalam sistem yang digunakan KPU Kalteng.

Kondisi ini pula yang akhirnya membuat lembaga penyelenggara kemudian menyatakan tenggat waktu masa pendaftaran telah dilewati dari batas yang ditentukan.

"Dengan mencoba membandingkan sistem di KPU pusat, persoalah ini bisa diketahui. Kalau sistem yang digunakan memang tidak bisa dibuka, berarti ada kesalahan dalam sistem itu dan KPU wajib meloloskan kami," tegas Habib.

Sebelumnya, Ketua KPU Kalteng Achmad Syar`i mengatakan, caub dari perseorangan yakni Habib Ismail berpasangan dengan Pancani Gandrung secara otomatis tidak bisa mengikuti tahap selanjutnya di pemilihan kepada daerah provinsi ini.

Alasannya, hasil pemeriksaan, berkas dukungan yang disampaikan pasangan Habib/Pancani sebanyak 211.775, namun komisioner bersama staff kesekretariatan KPU Kalteng hanya memperoleh 156.046 dukungan.

"Surat dukungan berupa hardcopy karena banyak yang tidak dilengkapi tanda tangan, serta jumlahnya dengan softcopy berbeda. Padahal menurut aturan, hardcopy dan softcopy harus sama," ucap Syar`i.