Sosok - Baihaqi: Pahami Makna Haji

id Baihaqi, Makna Haji, haji

Sosok - Baihaqi: Pahami Makna Haji

Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Palangka Raya, Baihaqi. (Foto Antara Kalteng/Rendhik Andika)

Palangka Raya (Antara Kalteng) - Haji adalah ibadah yang istimewa, karena ibadah yang harus dilaksanakan di Tanah Suci Makkah-Madinah, Arab Saudi itu memiliki syarat khusus bagi orang yang ingin menunaikankannya.
 
Namun sayangnya, menurut Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Palangka Raya,  Baihaqi, saat ini makna dasar dalam melaksanakan haji mulai berubah.
 
Sehingga, menurut pria kelahiran 2 April 1963 di Padang Darat, Amuntai, Provinsi Kalimantan Selatan itu, ibadah yang dilaksanakan dengan biaya yang tidak sedikit itu belum mampu membawa mental seluruh pelakunya menuju arah yang lebih baik.
 
Contohnya masih banyak praktik pelanggaran hukum negara bahkan agama, padahal orang tersebut telah berkali-kali melaksanakan ibadah haji.
 
Pria yang telah 43 tahun tinggal di Palangka Raya itu mengatakan, rangkaian ritual dalam ibadah haji bukanlah kegiatan biasa tetapi mengandung makna filosofis yang sosiologis dan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari.
 
Contohnya, kata dia, "thawaf" yang bukan sekadar mengelilingi Kabah sambil membacakan sejumlah zikir dan doa, melainkan perlambang gerakan dinamis manusia yang pada intinya, umat Islam disuruh untuk tidak pernah berhenti berpikir dan bergerak untuk kesejahteraan umat.
 
Selain itu, kata dia, ritual lainnya seperti "jumrah" atau melempar batu kerikil bukan sekadar sebagai proses melempar setan tetapi maknanya lebih sebagai simbol perintah tidak langsung kepada manusia untuk membuang seluruh sifat menyimpang yang didasari nafsu setan.
 
"Namun, seiring berjalannya waktu, tanpa kita sadari saat ini ibadah haji dan umrah di Indonesia mulai terindikasi mengalami pergeseran makna. Saat ini haji tak hanya sebagai beribadah semata, namun juga dijadikan sebagai tren dan gaya hidup bahkan juga untuk unjuk status sosial," kata pria yang empat tahun menjadi Kakanwil kota itu.
 
Akibatnya, orang yang memiliki harta berkecukupan berlomba-lomba untuk sesering mungkin berhaji, sehingga orang terdaftar sebagai calon jamaah haji semakin bertumpuk setiap tahunnya.
 
Oleh karena itu, pria lulusan magister administrasi publik itu menyetujui wacana kementerian untuk membatasi keberangkatan seseorang dalam berhaji.  
 
"Jika perlu aturan itu jangan hanya melalui peraturan menteri, tetapi akan lebih baik jika langsung presiden langsung seperti melalui Perpres. Jika ada aturan itu akan efektif untuk menghindari antrean haji yang semakin panjang dan memberi ruang bagi orang yang belum pernah berhaji," kata Baihaqi.
 
Pria yang memulai karir pegawai pada 1991 itu mengatakan, Nabi Muhammad SAW hanya melaksanakan ibadah haji sekali dan tiga kali untuk umroh selama hidupnya. Dikatakannya juga biaya berhaji untuk kedua kali dan seterusnya akan lebih baik jika digunakan untuk kepentingan umat, terutama kaum dhuafa.