Pengangkatan TKS RSUD Pulpis Tanpa Ada Perencanaan! Ada Apa?

id DPRD Pulang Pisau, Tandean Indra Bela, TKS RSUD Pulpis

Pengangkatan TKS RSUD Pulpis Tanpa Ada Perencanaan! Ada Apa?

Anggota DPRD Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Tandean Indra Bela (Foto Antara Kalteng/Adi Waskito)

Pulang Pisau (Antara Kalteng) - Anggota DPRD Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Tandean Indra Bela menyabutkan bahwa pengangkatan tenaga kerja sukarela (TKS) di RSUD setempat tanpa perencanaan. Bahkan untuk honor yang di dapatkan TKS tidak dianggarkan secara jelas.

"Ini yang membuat honor para TKS tersendat dibayarkan, karena memang tidak ada pos anggaran yang jelas. Akhirnya membebani anggaran yang telah tersedia," kata Tandean, Jumat.

Dari hasil rapat dengar pendapat (RDP), terang Tandean, jumlah TKS mencapai total sebanyak 120 orang.  Diantara TKS menuntut adanya kejelasan komponen apa yang ada di dalam honor tersebut, yang dari hasil penjelasan Direktur RSUD setempat terdiri dari empat komponen, yakni uang makan minum, uang jaga, uang pelayanan jasa medis, dan pelayanan jasa umum.

Namun dalam pelaksanaannya untuk TKS lama menerima Rp1,1 Juta dan Rp800 ribu untuk TKS baru. Untuk saat ini memang tidak ada dana yang dialokasikan untuk membayar honor tenaga TKS karena selain pengangkatan dilakukan tanpa perencanaan. Selain itu penerimaan TKS dilakukan pada saat anggaran sudah berjalan.

DPRD meminta agar RSUD melakukan perhitungan ulang berapa anggaran yang dibutuhkan untuk membayar honor para TKS ini. Paling tidak, untuk penyelesaiannya di dalam APBD Perubahan akan dilakukan penggeseran dari Rp19,5 Miliar alokasi anggaran di RSUD sehingga urusan honor TKS bisa diselesaikan karena mau tidak mau semua sudah terlanjur.

RSUD di deadline sebelum pembahasan anggaran perubahan harus sudah memiliki angka pasti untuk penyelesaian honor tenaga TKS ini. Jangan ada lagi polemik dibelakangnya. Untuk sementara ini, honor yang diberikan tidak bisa mengikuti Upah Minimum Regional. Namun harus memenuhi empat komponen yang telah disebutkan diatas.

Tandean juga mengaku alergi dengan ada bahasa tenaga sukarela. Kata sukarela harusnya tidak ada karena meski bekerja secara sukarela tetapi para TKS tetap diberlakukan jam kerja. Dari informasi yang disampaikan para TKS, dalam kontrak kerja, mereka hanya disodorkan untuk menandatangani bagian akhir tanpa disebutkan tugas, tanggungjawab, dan hak apa saja yang didapatkan. 

"TKS ini sebenarnya tidak menuntut banyak, hanya meminta perhitungan honor seperti tahun-tahun sebelumnya dimana kalau dikumpulkan pendapatan mereka dari empat komponen itu bisa mencapai kisaran Rp2 Jutaan," papar Tandean.

Singkat kata, ujar Tandean, TKS ini meminta berapa uang makan minum, uang jaga, uang pelayanan jasa medis, dan pelayanan jasa umum melalui perhitungan yang proporsional. Bukan Rp800 ribu sudah mencakup secara keseluruhan, tetapi dilakukan perhitungan ini dihitung secara tersendiri baru ketemu total keseluruhan.

Bagi TKS tidak ada kepastian status. Menurut dia, alangkah baiknya para TKS ini diangkat sebagai tenaga honorer sesuai dengan pertimbangan masa kerja dan pengalaman. Masalah seperti ini nantinya bisa menimbulkan kecemburuan TKS dengan tenaga honor. Polemik selama ini adalah memang tidak ada anggaran yang dialokasian. Artinya, pengangkatan TKS ini kebijakan yang dibuat menyalahi aturan dan memusingkan banyak orang.

Jangan disebut sukarela, ucap Tandean, TKS diberi honor sukarela karena mereka juga bekerja sesuai dengan standar beban kerja dan tenaga TKS ini memang dibutuhkan oleh RSUD setempat. Salah satu solusi penyelesaian honor TKS ini dengan menggeser anggaran RSUD sebesar Rp19,5 Miliar itu, DPRD sendiri dalam APBD Perubahan 2016 akan memangkas program dan kegiatan yang dianggap tidak perlu.