IDI Kotim Unjuk Rasa Tolak Pendidikan Dokter Layanan Primer

id kotawaringin timur, IDI otim, Pendidikan DLP, dokter

IDI Kotim Unjuk Rasa Tolak Pendidikan Dokter Layanan Primer

Ikatan Dokter Indonesi (IDI) Kabupaten Kotawaringin Timur berunjuk rasa di depan RSUD dr Murjani Sampit, Senin (25/10/2016). Mereka menolak program pendidikan Dokter Layanan Primer. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antara Kalteng) - Puluhan dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, berunjuk rasa menolak program pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP) yang diberlakukan Kementerian Kesehatan karena dinilai membebani.

"Kalau program ini dilaksanakan, dibutuhkan waktu 11 tahun menempuh pendidikan untuk menjadi dokter layanan primer. Ini harus dipikirkan dampaknya. Kami sangat setuju upaya peningkatan layanan kesehatan, tapi harus dicari cara terbaik," kata Ketua IDI Cabang Kotawaringin Timur, dr Mochammad Choirul Waro di Sampit, Senin.

Aksi damai ini dilaksanakan di depan RSUD dr Murjani Sampit di Jalan HM Arsyad. Kegiatan yang bertepatan hari ulang tahun ke-66 ini sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai kurang tepat.

Para dokter menilai program pendidikan DLP membutuhkan waktu lebih lama bagi dokter agar bisa bertugas. Program ini dinilai juga menghambat kinerja dan pengembangan karir dokter.

Untuk meraih gelar sarjana kedokteran, mahasiswa harus kuliah minimal empat tahun. Setelah kuliah empat tahun, tidak dapat langsung bekerja karena harus menjalani masa koasisten selama dua tahun.

Tahapan dilanjutkan setahun menjalani uji kompetensi, kemudian menjalani setahun internsif. Setelah itu, baru dapat menjalankan pekerjaan profesi praktik kedokteran.

Program DLP selama tiga tahun akan menambah lama proses pendidikan seorang dokter sehingga berakibat lambatnya dokter baru memasuki dunia kerja dan terganggunya kinerja serta masa kerja dokter senior.

Choirul mengakui, tujuan program DLP cukup baik yakni memperbaiki kualitas pelayanan di fasilitas primer. Namun menurutnya, upaya perbaikan kualitas tidak hanya ditumpukan pada seorang dokter karena semua komponen saling berkaitan.

Banyak faktor lain seperti sarana dan prasarana di pelayanan primer, ketersediaan obat, kesediaan perawatan dan ketersediaan sarana laboratorium. IDI Kotawaringin Timur meminta program pendidikan dokter layanan primer ini ditinjau kembali.

"Dalam program DLP ini, nantinya fasilitas kelas kesehatan primer seperti Puskesmas, dianjurkan dan bisa jadi diwajibkan, untuk ditempati seorang dokter yang memiliki kompetensi keahlian spesialis dokter layanan primer," terangnya.

Sementara itu aksi para dokter yang biasanya sibuk melayani pasien itu menjadi perhatian warga. Namun aksi damai ini tidak sampai mengganggu pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut.