Soal Jaminan Pensiun, BPJS Ketenagakerjaan Belajar Dari Jepang

id BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Pensiun, BPJS Ketenagakerjaan Belajar Dari Jepang, Japan Internasional Coorporation Agency

Soal Jaminan Pensiun, BPJS Ketenagakerjaan Belajar Dari Jepang

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Jakarta (Antara Kalteng) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan belajar dari Jepang terkait pengalaman negara itu dalam penyelenggaraan jaminan pensiun.

Saat berkunjung ke Jepang pada 26 Desember lalu, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, mengatakan Jepang melalui Ministry of Health, Labour and Welfare (MHLW) dan Japan Internasional Coorporation Agency (JICA) telah berkomitmen untuk membantu Indonesia dengan berbagi pengalaman dan pembangunan kapasitas dalam penyelenggaraan program Jaminan Pensiun.

"Pada akhir Februari 2017, JICA telah menegaskan untuk mengirim tenaga ahli bidang Jaminan Pensiun ke Indonesia sebagai tindaklanjut dari pertemuan ini," kata Agus, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Pada kesempatan kunjungan dalam acara bersama MHLW Jepang dan JICA, Agus menyampaikan kondisi terkini terkait penyelenggaraan program Jaminan Pensiun di Indonesia.

"Indonesia saat ini sedang memasuki tahapan bonus demografi, yang sangat ideal dimanfaatkan untuk penyelenggaraan Jaminan Pensiun. Risiko defisit pendanaan juga belum timbul mengingat Jaminan Pensiun baru dimulai dan baru 15 tahun yang akan datang pembayaran manfaat pensiun normal mulai dilakukan," jelas Agus.

Namun Agus juga menjelaskan Indonesia perlu mengantisipasi populasi lanjut usia (aging population) pada sekitar tahun 2050 seperti yang dialami Jepang saat ini.

"Banyak negara-negara yang telah menelan pil pahit akibat keliru dalam perencanaan program Jaminan Pensiun seperti Yunani, untuk itu kami belajar dari Jepang yang sedang menghadapi tantangan aging population," ujarnya

"Kami sangat mengharapkan support dari Pemerintah Jepang khususnya MHLW dan JICA agar Indonesia dapat menjalankan program Jaminan Pensiun yang berkelanjutan", tambah Agus.

Hal ini sejalan dengan amanat Menteri Keuangan pada pertemuan antara Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Ketenagakerjaan di akhir November 2016. Saat itu, Menteri Keuangan menyampaikan pentingnya perhatian khusus terhadap  program Jaminan Pensiun agar dapat berkelanjutan.

Jaminan Pensiun merupakan perlindungan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terakhir yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan mulai 1 Juli 2015. 

Jaminan ini memberikan manfaat berupa pembayaran sebagian penghasilan bulanan hingga 40 persen kepada peserta atau ahli warisnya pada saat peserta memasuki usia pensiun, atau cacat, atau meninggal dunia sebelum memasuki usia pensiun.

Selain Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta juga dapat menikmati program Jaminan Pensiun.

Saat ini program Jaminan Pensiun telah diikuti oleh 8,9 juta peserta di seluruh Indonesia, dengan penerima manfaat akibat meninggal sebesar 14 ribu orang atau senilai Rp13,4 miliar.

Agus juga menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan mengingatkan untuk menjaga keberlangsungan program pensiun jangka panjang,  para pemangku kepentingan termasuk kementerian dan lembaga terkait sudah saatnya mulai melakukan evaluasi besaran iuran Jaminan Pensiun yang ideal sesuai Peraturan Pemerintah No 45 tahun 2015.

"Iuran Jaminan Pensiun saat ini sebesar 3 persen, dimana 2 persen dibayarkan perusahaan, 1 persen dibayarkan pekerja," katanya.