Waduh! Status Puluhan Desa Di Barut Tak Jelas, Kok Bisa?

id Barito Utara, Barut, Muara Teweh, Status Puluhan Desa Di Barut Tak Jelas

Waduh! Status Puluhan Desa Di Barut Tak Jelas, Kok Bisa?

Ilustrasi - Desa (Ist)

...desa-desa yang tidak jelas statusnya ini berdampak pada masyarakat sekitar sehingga akan kesulitan mengurus sertifikat tanah, karena lahan selalu diklaim milik perusahaan.
Muara Teweh (Antara Kalteng) - Status puluhan desa di empat kecamatan yang berada di sekitar areal hak pengusahaan hutan dan hak guna usaha di Kabupaten Barito Utara tidak jelas.

"Puluhan desa tersebut itu tersebar di Kecamatan Teweh Selatan, Teweh Baru, Teweh Timur dan Gunung Purei," kata Ketua Panitia Khusus Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) DPRD Barito Utara Purman Jaya di Muara Teweh, Jumat.

Menurut Purman, desa-desa yang tidak jelas statusnya ini berdampak pada masyarakat sekitar sehingga akan kesulitan mengurus sertifikat tanah, karena lahan selalu diklaim milik perusahaan.

Bantuan dari pemerintah pusat pun, tak dapat mengucur secara lancar karena kendala administratif pemilikan areal.

Berdasarkan data sementara dari berbagai sumber, desa-desa yang berada di areal HPH Austral Byna antara lain Desa Sabuh, Malateken, Gandring, Panaen, Linang Buah, Muara Wakat, Benangin I, Benangin II, Benangin III, Benangin V, Liju, Sei Liju, Sampirang, Mampuak I, dan Mampuak II di Kecamatan Teweh Timur. Desa Tanjung Harapan, Linon Besi I, Linon Besi I, Linon Besi II, Lampeong I dan Lampeong II di Kecamatan Gunung Purei.

"Kita lihat pada sektor petambangan. Ada sekitar 200 perizinan tambang eksplorasi. Di Kecamatan Teweh Selatan dan Teweh Baru, satu kepala keluarga dijanjikan mendapat lahan sekian hektar. Bahkan mereka dijanjikan dapat sertifikat. Tapi belakangan lahannya tidak diakui," kata Purman, politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Anggota Pansus RTRWK lainnya H Abri bahkan mendesak agar pemerintah mengeluarkan semua desa yang berada di wilayah izin HPH dan izin HGU. Dia mencontohkan Desa Sikui yang masuk kawasan izin HPH PT Austral Byna, Desa Bukit Sawit, Pandran Raya dan Pandran Permai masuk kawasan izin HGU PT Antang Ganda Utama (AGU).

Dia juga mempertanyakan apakah dalam draf Raperda RTRWK Barito Utara 2011-2031, khususnya pada kawasan permukiman pedesaan yang diusulkan seluas 28.961,88 hektare (2,85 persen) dari kawasan budidaya non kehutanan (KNBK).

"Desa-desa yang selama ini statusnya masih abu-abu juga sudah dimasukkan atau tidak," kata politisi dari PPP ini.

Plt Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Barito Utara Yaser Arapat mengatakan, desa-desa yang belum diakomodir akan rugi karena belum bisa mendapatkan bantuan untuk permukiman dan perumahan dari pusat.

"Jadi desa-desa di sekitar HPH dan HGU belum diakomodir dalam ploating lahan permukiman pedesaan," katanya.

Sedangkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Barito Utara Suriawan Prihandi menjelaskan, berdasarkan hasil konsultasi dengan Seksi Tata Ruang Wilayah Kalimantan Kementerian LHK, desa-desa yang masuk dalam wilayah HPH dan HGU dimungkinkan untuk keluar.

Syaratnya, kata dia, Kabupaten Barito Utara harus menyelesaikan tata batas desa dan mengusulkan ke pusat. Biaya penyelesaian tata batas ditanggung kabupaten. Adapun pihak pusat membantu di wilayah perbatasan negara.

"Desa definitif dimungkinkan untuk dilepaskan (keluar dari HPH dan HGU)," kata Suriawan.