Pendataan Petani Sawit Seruyan Ditarget Tuntas Pertengahan 2017

id seruyan, petani sawit seruyan, pendataan petani sawit, bupati seruyan, kalimantan tengah

Pendataan Petani Sawit Seruyan Ditarget Tuntas Pertengahan 2017

Ilustrasi. (antaranews.com)

Kuala Pembuang (Antara Kalteng) - Pemerintah Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah menargetkan penuntasan pendataan petani kelapa sawit swadaya di kabupaten tersebut hingga pertengahan tahun 2017.

"Jumlah petani sawit swadaya di Seruyan cukup besar, kita memperkirakan ada lebih dari 5.000 petani dengan jumlah lahan di atas 10 ribu hektar," kata Bupati Seruyan Sudarsono di Kuala Pembuang, Kamis.

Ia menjelaskan, pendataan yang dilakukan sejak 2016 lalu merupakan langkah awal dalam proses pendaftaran budidaya untuk mendapatkan Sertifikat Tanda Daftar Budidaya (STDB) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) bagi petani sawit swadaya.

"STDB dan SPPL merupakan persyaratan mendapatkan sertifikasi keberlanjutan seperti sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sehingga dapat disetarakan dengan perusahaan kelapa sawit," katanya.

Ia menambahkan, selama ini petani menghadapi beberapa masalah dalam mencapai produksi kelapa sawit keberlanjutan, seperti soal legalitas, penebangan hutan, dan konflik sosial yang sering tak bisa diselesaikan petani.

"Impian kami di Seruyan adalah untuk memastikan bahwa semua komoditas yang berasal dari kabupaten kami diproduksi secara berkelanjutan setara dengan perusahaan yang telah tersertifikat," katanya.

Sementara, Direktur Pelaksana Institut Penelitian Inovasi Bumi (INOBU) Joko Arif mengatakan, pihaknya yang dipercaya Pemkab Seruyan mendampingi petani untuk mewujudkan produksi sawit berkelanjutan telah berhasil mendata 4.000 petani sawit dengan luas lahan sekitar 8.000 hektar.

"Jumlah petani dan lahan kelapa sawit yang telah terdata tersebut merupakan 86 persen dari seluruh petani sawit swadaya di Seruyan," katanya.

Menurutnya, proses untuk memperoleh sertifikat ISPO dan RSPO memerlukan waktu dan biaya cukup besar. Berdasarkan pengalaman di daerah Sumatera, proses memperoleh sertifikasi itu memakan waktu hingga tiga tahun.

"Namun petani juga memperoleh banyak keuntungan dari sertifikasi. Dari segi ekonomi petani punya nilai tawar lebih tinggi, akses ke pasar internasional terbuka lebar, sementara dari segi kelembagaan petani secara kolektif akan sangat kuat," katanya.