Nah! Keterangan Kepsek SMPN-1 Berbeda Terkait Kasus Pemerkosaan Siswa, Ada Apa?

id Pulang Pisau, Pulpis, kasus pemerkosaan, Kepsek, SMPN-1 Kahayan Hilir, Keterangan Kepsek SMPN-1 Berbeda Terkait Kasus Pemerkosaan Siswa, kalimantan t

Nah! Keterangan Kepsek SMPN-1 Berbeda Terkait Kasus Pemerkosaan Siswa, Ada Apa?

Kepala SMPN-1 Kahayan Hilir, Yudia Pratidina (kiri) didampingi sejumlah guru (Foto Antara Kalteng/Adi Waskito)

Jangan sampai kasus ini menjadi kabur, hanya karena untuk melindungi pejabat tersebut,"
Pulang Pisau (Antara Kalteng) - Informasi pelaku yang membuat video pelajar SMPN-1 Kahayan Hilir Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang berkembang di dalam masyarakat berbeda dengan yang disampaikan oleh Kepala SMPN-1 Kahayan Hilir.

Kepala SMPN-1 Kahayan Hilir, Yudia Pratidina, Senin, menyebutkan bahwa informasi awal terbongkarnya adanya perkosaan di dalam kelas itu berawal dari laporan salah satu guru. Ia kaget, sudah sampai satu minggu peristiwa itu baru diketahui oleh pihak sekolah. 

Dari hasil keterangan yang disampaikan masing-masing siswa, handphone SA sebelumnya diambil oleh penjaga sekolah berinisial S. 

Yudia tidak menyebutkan siapa yang mengambil adegan pemerkosaan itu, karena semua siswa sudah dimintai keterangan oleh beberapa guru. Selanjutnya dirinya meminta kepada S penjaga malam untuk mengantar handphone itu.

Apakah hukuman yang diberikan sudah melihat hasil rekaman video? Yudia Pratidina mengaku pihak sekolah tidak ada satu pun yang melihat video tersebut, hanya melalui foto saja dan video tersebut ternyata sudah dihapus. 

"Kami semua guru tidak ada yang melihat video itu," tandas Yudia.

Ketika ditanya para wartawan, siapa yang pertama mengambil video tersebut, Yudia tidak berani menjawab karena hanya menjelaskan kronologisnya saja dan berdalih masalah ini sudah diserahkan ke ranah hukum atau pihak kepolisian. 

Hasil putusan sekolah mengeluarkan P dan S dari SMPN-1 Kahayan Hilir.

Delapan siswa lainnya, kata dia, hanya diberikan peringatan dengan orang tua menandatangi surat peryataan agar siswa tersebut tidak mengulanginya lagi.

Sebelumnya siswa memang diperbolehkan membawa handphone tetapi setelah kejadian siswa dan siswi tidak diperbolehkan lagi membawa handphone.

Pada Kamis (5/4), pihak sekolah melakukan rapat dan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat untuk menentukan sanksi apa yang diberikan dan menyerahkan kepada sekolah untuk memberikan sanksi yang terbaik. 

Jumat (6/4) vonis dari sekolah diberikan kepada orang tua yang hadir pada saat itu dan mereka menerima dan dianggap pihak sekolah telah selesai.

Dia mengakui, bahwa pihaknya memberikan sanksi hanya berdasarkan keterangan para siswa. 

Keterangan Rita dari kakak FI mengatakan bahwa tidak ada pemanggilan yang dilakukan oleh pihak sekolah sebelumnya. Pihak keluarga juga mengaku heran ketika pemanggilan pada Senin (10/4), orangtuanya langsung disuruh menandatangani surat pernyataan tanpa mengetahui kronologis, kesalahan, dan peran Fi dalam kasus ini. 

Meski sudah terlanjur ditandatangani, tentu harus ada kronologis yang diberikan agar pihak keluarga mengetahuinya

Dari penuturan Fi, kata Rita, pada saat itu Fi hanya menunggu jemputan di gerbang sekolah tanpa mengetahu perbuatan yang dilakukan oleh teman-temannya. Apabila kasus ini berlanjut dan diproses secara hukum, ia berharap pihak kepolisian dapat menelusuri benang merah dan keadilan, karena sudah jelas ada anak pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) yang terlibat. 

"Jangan sampai kasus ini menjadi kabur, hanya karena untuk melindungi pejabat tersebut," katanya.

Beberapa wartawan cetak dan elektronik setelah melakukan konfirmasi untuk mencoba menelusuri adanya keterlibatan anak pejabat dalam kasus perkosaan ini. 

JO salah satu pimpinan OPD di lingkungan pemerintah daerah mengaku bahwa DW adalah anaknya. Dalam pembicaraan telepon yang direkam oleh seluruh wartawan cetak dan elektronik itu, JO membenarkan bahwa DW yang merekam, tetapi handphone tersebut diambil dan dihapus oleh penjaga malam itu.