Tradisi "Lawang Sekepeng" Tetap Dilestarikan di Kotim

id kotawaringin timur, lawang sekepng, kuntau, dayak kalteng, kalimantan tengah

Tradisi "Lawang Sekepeng" Tetap Dilestarikan di Kotim

Dua atlet bela diri Kuntau memperagakan tradisi lawang sekepeng saat Festival Budaya Habaring Hurung di Taman Kota Sampit, awal April 2017. (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antara Kalteng) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, berusaha terus melestarikan tradisi "lawang sekepeng" yang merupakan bagian dari prosesi perkawinan masyarakat suku Dayak Kalimantan Tengah di masa dulu.

"Dalam tradisi ini, pertarungan dua pendekar dari perwakilan mempelai pria dan wanita, menggambarkan ujian kesungguhan mempelai pria. Mampu tidak dia bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya kelak," kata Kepala Bidang Bina Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kotawaringin Timur (Kotim), Pungkal di Sampit, Minggu.

Salah satu upaya melestarikan tradisi ini adalah memasukkannya sebagai salah satu cabang lomba pada Festival Budaya Habaring Hurung Kotim di Sampit awal April lalu. Lomba ini juga akan dipertandingkan dalam Festival Budaya Isen Mulang diikuti seluruh kabupaten kota di Kalimantan Tengah yang juga akan digelar di Sampit pada akhir April ini.

Tradisi lawang sekepeng yang merupakan perpaduan olahraga seni bela diri dan budaya penyambutan tamu kehormatan. Tradisi ini mirip tradisi palang pintu yang dijalankan masyarakat Betawi, namun lawang sekepeng menggunakan media berupa lawang atau semacam pintu gerbang yang dipasangi tali dan untaian bunga.

Dulunya, tradisi lawang sekepeng lebih banyak digunakan dalam prosesi perkawinan masyarakat suku Dayak, khususnya di Kalimantan Tengah, yakni saat menyambut kedatangan mempelai pria ke rumah mempelai wanita, sebagai gambaran ujian kemampuan calon mempelai pria untuk melindungi istri dan anak-anaknya jika kelak berkeluarga.

Seni bela diri yang digunakan dalam tradisi lawang sekepeng adalah seni bela diri lokal yang bernama kuntau yang sudah ada sejak lama diwariskan para leluhur suku Dayak dengan tujuan utama adalah untuk perlindungan diri.

Dalam tradisi lawang sekepeng, pendekar utusan mempelai pria harus mampu mengalahkan pendekar utusan mempelai wanita, ditandai dengan putusnya tali yang dipasang membentang di lawang sekepeng.

Seiring perkembangan zaman, tradisi lawang sekepeng kini juga banyak ditampilkan saat momen-momen besar seperti saat penyambutan tamu kehormatan dan seremonial lainnya. Bahkan tradisi ini kini dikemas menjadi suguhan pertunjukan untuk menarik wisatawan.

Pemain lawang sekepeng pun tidak lagi dimonopoli kaum pria karena kini banyak atlet kuntau wanita juga tampil memainkan tradisi yang kini masih dipertahankan di tanah suku Dayak Kalimantan Tengah.

"Saya berharap lawang sekepeng ini terus dilestarikan. Apalagi kini banyak budaya luar yang masuk, termasuk dalam hal makin banyaknya seni bela diri luar yang dibawa ke daerah ini," kata Ervina Panduwinata, salah satu atlet kuntau wanita.

Pemerintah daerah berharap tradisi lawang sekepeng tetap diminati masyarakat dan terus melahirkan atlet-atlet kuntau berprestasi sehingga tradisi ini akan terus lestari hingga generasi yang akan datang.