Jakarta (Antara Kalteng) - KPK akan memeriksa Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-E).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus (AA)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.
Irvanto diketahui juga sebagai wiraswasta atau mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera.
Selain memeriksa Irvanto, KPK juga akan memeriksa dua orang saksi lainnya dalam kasus yang sama, yaitu Direktur Utama PT Multisoft Java Technologies Willy Nusantara Najoan dan anggota DPR RI Markus Nari.
"Dua orang saksi itu juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus (AA)," ujar Febri.
Sebelumnya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Ketua DPR, Setya Novanto mengaku memimpin konsorsium Murakabi Sejahtera yang merupakan salah satu peserta lelang KTP elektronik.
"Saat KTP elektronika, Murakabi ikut serta menjadi Ketua Konsorsium Murakabi, lead-nya saya sendiri," kata Pambudi, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta, Kamis (27/4).
Dia bersaksi untuk dua terdakwa, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada direktorat jenderal itu, Sugiharto.
Pambudi dalam sidang pun mengaku sebagai keponakan Novanto. Dalam dakwaan, Novanto disebut sebagai orang yang punya pengaruh besar untuk menentukan anggaran KTP elektronik di DPR diputuskan.
Dalam dakwaan disebutkan Andi Agustinus alias Andi Narogong membentuk tiga konsorsium yaitu konsorsium Percetakan Negara Indonesia, konsorsium Astapraphia, dan konsorsium Murakabi Sejahtera.
Seluruh konsorsium itu sudah dibentuk Andi Narogong sejak awal untuk memenangkan Konsorsium Percetakan Nasional Indonesia untuk dengan total anggaran Rp5,95 triliun dan mengakibatkan kerugian negara Rp2,314 triliun.
Andi Agustinus disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Berita Terkait
Imigrasi deportasi turis Australia berbisnis spa
Rabu, 27 Maret 2024 18:35 Wib
Kemenkumham Kalteng perkuat kolaborasi penyebaran informasi publik
Senin, 26 Februari 2024 18:52 Wib
Kantor Imigrasi tingkatkan pelayanan melalui transformasi dan strategi digitalisasi
Jumat, 26 Januari 2024 16:20 Wib
Ini alasan The Daddies mundur dari Malaysia Open
Kamis, 11 Januari 2024 15:37 Wib
The Daddies harus akui keunggulan pasangan tuan rumah
Kamis, 23 November 2023 19:06 Wib
Tampil sabar kunci kemenangan awal Hendra/Ahsan di China Masters
Rabu, 22 November 2023 23:20 Wib
Bantuan beras harus berkala untuk jaga kestabilan harga
Sabtu, 18 November 2023 13:36 Wib
The Daddies kalah agresif di Kumamoto Masters
Rabu, 15 November 2023 5:44 Wib