Artikel - Di Masjid Tiongkok, Jokowi Gaungkan Islam Ramah

id presiden jokowi, masjid tiongkok, masjid niujie

Artikel - Di Masjid Tiongkok, Jokowi Gaungkan Islam Ramah

Presiden Joko Widodo berdoa usai menunaikan shalat sunnah tahiyatul masjid di Masjid Niujie, Beijing, Minggu (14/5). Kunjungan Jokowi ke masjid terbesar dan tertua di Ibu KotaTiongkok itu di sela Konferensi Kerja Sama Internasional One Belt and Road

jumlah masjid di Kota Beijing yang mencapai 70 unit dan di seantero daratan Tiongkok sebanyak 23 ribu unit
Beijing (Antara Kalteng) - Pagi itu kereta bawah tanah Line 2 tidak seramai biasanya. Kursi-kursi plastik warna biru tua yang menyatu di dinding gerbong terlihat melompong.

Mungkin karena masih pagi, angkutan umum andalan warga Kota Beijing, Tiongkok,  yang melintas di jalur komuter itu terlihat sepi.

Meskipun lengang, pengamanan di setiap stasiun kereta bawah tanah, terutama yang ada di kawasan metro terlihat agak kontras.

Bahkan di Stasiun Changchunjie pengamanan tampak berlipat. Pada hari biasa, hanya petugas keamanan semacam pamdal di stasiun yang bersiaga. Namun pagi itu, dua personel militer bersiaga di setiap pintu keluar stasiun yang berjumlah empat.

Demikian halnya dengan situasi jalan utama Chanchunjie. Beberapa petugas berseragam dari beberapa kesatuan berjaga-jaga.

Changchunjie merupakan jalan penghubung menuju Niujie, pusat komunitas Muslim terbesar di Ibu Kota China itu yang juga menjadi salah satu tujuan wisata, baik domestik maupun mancanegara karena ada bangunan masjid tertua yang hingga kini masih aktif digunakan sebagai pusat kegiatan keagamaan.

Para pengunjung yang memasuki kompleks masjid yang berdiri di atas lahan seluas 10.000 meter persegi tersebut pagi itu harus melalui pos pemeriksaan berlapis.

Pemeriksaan pertama di pintu masuk yang menghadap Niujie, sedangkan kedua di lorong menuju masjid. Di kedua pos tersebut, semua barang bawaan pengunjung, baik yang melekat maupun terpisah, digeledah petugas.

Memang tidak seperti biasanya pengamanan di masjid yang seluruh bangunannya berarsitektur Tiongkok klasik dengan dominasi warna merah dan ornamen naga, mulai pagar dan tiang-tiang koridor, bangunan dua menara, kantor administrasi, hingga bangunan utama masjid itu yang sangat ketat.

Namun mereka memaklumi karena masjid yang dibangun pada 996 Masehi itu akan dikunjungi Joko Widodo, presiden ketujuh Republik Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Minggu (14/5).

Nama Niujie didaposi dari banyaknya penjual makanan halal yang didominasi daging sapi. Niujie sendiri artinya jalan sapi yang secara administratif berada di Distrik Xuanwu, Kota Beijing.

Masjid Niujie yang mampu menampung 1.000 orang tersebut merupakan pusat komunitas umat Islam di Beijing yang jumlahnya mencapai 250 ribu jiwa.

Sepanjang sejarah, masjid itu mengalami tiga kali renovasi, yakni pada tahun 1955, 1979, dan 1996.

Masjid Niujie juga dikenal sebagai kampung Muslim karena di sekitar masjid tidak kurang dari 18.000 keluarga Muslim bertempat tinggal.

Di Niujie terdapat sejumlah lembaga pendidikan yang berjenjang mulai dari sekolah dasar hingga sekolah lanjutan.

              
              Shalat dan Ziarah 
Pukul 11.10 waktu setempat (10.10 WIB), Presiden Jokowi memasuki kompleks masjid melalui pintu samping atau pintu khusus untuk para tamu VVIP.

Kedatangan orang nomor 1 di Indonesia itu terlambat sekitar 40 menit dari jadwal semula karena Presiden harus menghadiri semua rangkaian acara pembukaan KTT Kerja Sama Internasional Jalur Sutera dan Sabuk Maritim (Belt and Road Forum) di CNCC yang berjarak sekitar 14 kilometer dari Niujie.

Presiden bergegas mengambil air wudlu. lalu menunaikan shalat "tahiyyatul masjid". Sebagai seorang Muslim yang taat, tentu Jokowi sangat mengerti tata cara memasuki masjid sehingga dia tidak melewatkan shalat dua rakaat yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW itu.

Setelah berdoa selama beberapa menit, Presiden yang saat itu mengenakan stelan jas warna hitam dengan pita Merah-Putih dan lambang Garuda di dada kiri lengkap dengan songkok hitam menghampiri imam dan beberapa pengurus masjid.

Dengan perhatian yang sangat serius, Presiden Joko Widodo mendengarkan keterangan mengenai latar belakang berdirinya masjid tersebut dari Ali Yang Gunjin yang sehari-hari bertindak sebagai imam shalat rawatib.

Setelah itu, Jokowi memberikan cendera mata berupa kaligrafi bertuliskan Surat Al Fatihah, mushaf Alquran khas Indonesia, songkok hitam, dan sarung kepada Imam Ali.

Imam Ali membalasnya dengan memberikan kaligrafi bertuliskan kalimat tauhid lengkap dengan terjemahan bahasa Mandarin.

Saling memberikan cendera mata antara tamu dan tuan rumah itu sarat makna. Tidak saja untuk mempererat persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiyyah), melainkan juga penghormatan terhadap budaya setempat yang berlangsung secara turun-temurun. Songkok, sarung, dan kaligrafi Arab-Mandarin menjadi bukti kelestarian Islam yang ditopang oleh budaya masyarakat setempat yang telah mengakar.  
    
Selanjutnya, Presiden tetap mengikuti arahan imam dan pengurus masjid untuk menziarahi makam Syekh Ali bin Al Qadir Imaduddin Bukhori dan Syekh Al Burthoni Al Qazwayni, dua ulama yang berperan penting dalam penyebaran dakwah Islam di Beijing yang meninggal pada 1280-an.

Presiden, imam dan pengurus masjid menengadahkan tangan untuk membaca dalam hati doa ziarah kubur sebagai suatu amalan yang diajarkan oleh para pendahulu, termasuk para ulama di China.

Setelah berdoa sejenak di depan makam dengan model pusara berundak tanpa nisan di salah satu sudut kompleks Masjid Niujie itu, Presiden menuju ruang pertemuan yang berjarak hanya beberapa meter untuk bertukar pandangan tentang Islam dengan Presiden Asosiasi Muslim Republik Rakyat China, Yang Faming.

Usai pertemuan sekitar 15 menit yang berlangsung tertutup untuk media tersebut, Jokowi tampak sumringah.

"Saya sangat senang dan bahagia bahwa umat Muslim Indonesia yang berada di Tiongkok ini sangat didukung dan diberikan ruang yang sangat baik oleh pemerintah Tiongkok," demikian kalimat pertama yang dilontarkannya kepada awak media.

Pertemuan tersebut juga menyinggung keterkaitan budaya dan perkembangan Islam di Indonesia dan China dari masa ke masa.

Sebagai pemimpin negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Presiden juga bangga mendengar bahwa jumlah umat Islam di China mencapai angka 23 juta jiwa. Memang persentase umat Islam sedikit dibandingkan jumlah populasi yang mencapai angka 1,5 miliar jiwa.

Yang membuat Presiden makin tercengang adalah jumlah masjid di Kota Beijing yang mencapai 70 unit dan di seantero daratan Tiongkok sebanyak 23 ribu unit.

"Terus terang saya baru tahu dan sangat kaget karena ini jumlah yang saya kira tidak sedikit," kata Presiden yang dalam kesempatan itu juga menyalami beberapa warga negara Indonesia di Beijing.

Oleh sebab itu, dalam pertemuan dengan Yang Faming dan jajaran pengurus Masjid Niujie, Jokowi menyampaikan salam takzim kepada umat Islam di seluruh pelosok China daratan.

         
              Jejak Gus Dur
    
Kunjungan Jokowi ke Masjid Niujie mengikuti jejak Presiden pendahulunya, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Presiden keempat RI itu mengunjungi masjid yang dibangun pada masa Dinasti Liao (912-1125) tersebut di sela-sela kunjungan kenegaraannya di China pada 3 Desember 1999.

Pada saat itu Gus Dur mendapatkan sambutan meriah warga setempat karena memang secara terang-terangan mengaku nenek moyangnya Tionghoa asli.

Garis keturunan Gus Dur dari Tan A Lok, anak perempuan Putri Campa, salah satu selir Raja Majapahit, Brawijaya V. Tan A Lok menikah dengan Tan Kim Han, tokoh Muslim Tionghoa abad ke-15 hingga ke-16.      
    
Tan Kim Han ikut bersama Laksamana Cheng Ho (Zheng He), orang kepercayaan Kaisar Yongli yang merupakan kaisar ketiga Dinasti Ming, dalam melakukan ekspedisi ke wilayah Nusantara pada 1907.

Peneliti berkebangsaan Prancis Louis Charles Damais belakangan menemukan makam Tan Kim Han yang memiliki nama lain Abdul Qodir Al Shini itu di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Pengakuan Gus Dur itu juga diperkuat oleh Presiden Asosiasi Muslim RRC Yang Faming yang menuturkan bahwa budaya Muslim Indonesia-China terjalin sejak abad ke-15.

"Pada abad itu Muslim Tiongkok datang ke Indonesia untuk berdagang dan mereka mendarat di Jawa, seperti di Lasem (Jateng) dan tempat lain di Indonesia, di Palembang (Sumsel)," kata Jokowi setelah mendapatkan penjelasan dari Yang Faming.

Terlepas dari kesamaan latar belakang sejarah dan budaya Islam kedua negara tersebut, Jokowi setidaknya telah membuktikan sendiri, betapa pemerintah Tiongkok sangat perhatian kepada umat Islam dan kebebasan dalam menjalankan perintah agama.

Melalui kaca jendela mobil yang membawanya ke hotel di pusat Kota Beijing, Minggu (14/5) siang itu Jokowi merasakan denyut nadi umat Islam di Niujie yang merahmati semua lapisan masyarakat (rahmatan lil 'alamin) di segala penjuru daratan Tiongkok.

Denyut nadi yang tentu saja senapas dengan ikhtiar Jokowi menggaungkan Islam yang ramah ke seluruh penjuru dunia.