Gebuk dan Tendang Ormas Penentang Pancasila, Kata Jokowi

id Presiden, Jokowi, Gebuk dan Tendang Ormas Penentang Pancasila

Gebuk dan Tendang Ormas Penentang Pancasila, Kata Jokowi

Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Sekali lagi, negara Pancasila itu sudah final.
Jakarta (Antara Kalteng) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan bahwa pemerintah tidak akan segan menggebuk dan menendang organisasi kemasyarakatan (ormas) yang bertentangan dengan Pancasila.

"Ya, kita gebuk, kita tendang, sudah jelas itu. Jangan ditanyakan lagi, jangan ditanyakan lagi, payung hukumnya jelas, TAP MPRS," kata Presiden di Tanjung Datuk, Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Jumat.

Presiden menyampaikan hal itu saat berbicara di hadapan sekira 1.500 prajurit TNI seusai menyaksikan langsung latihan tempur Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI dan pertempuran darat 2017

"Sekali lagi, negara Pancasila itu sudah final. Tidak boleh dibicarakan lagi," ujar Presiden.

Bahkan, Presiden menyatakan, bila di kemudian hari terdapat ormas yang ingin keluar dan mengganggu ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan kebhinekaan bangsa, maka dapat dianggap bertentangan dangan hal yang sangat fundamental bagi bangsa Indonesia.

Terhadap hal tersebut, Presiden memastikan bahwa negara tidak akan tinggal diam.

"Kalau ada ormas yang seperti itu, ya kita gebuk," kata Presiden.

Hal yang sama akan dilakukan bila ada yang mengatakan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) bangkit kembali di Tanah Air, karena Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor 25 Tahun 1966 menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang.

Masalah lain yang juga disampaikan Presiden Jokowi adalah dampak dari penggunaan media sosial, walau juga dialami oleh hampir semua negara di dunia terhadap berita palsu (fake news) dan kabar bohong (hoax).

"Kalau media sosial, di negara mana pun dengan keterbukaan mengalami masalah yang sama semuanya. Ada fake news, ada hoax, berita fitnah, berita bohong dan semua orang banyak yang kena," kata Presiden. 

Presiden juga menceritakan pengalamannya saat bertemu kepala negara atau kepala pemerintahan lainnya, yang mereka pada umumnya juga mengeluhkan penyebaran berita palsu dan kabar bohong di luar media massa arus utama (mainstream) di negara masing-masing.

"Mereka menyampaikan, Presiden Jokowi, kalau media mainstream, koran, majalah, televisi bisa kita ajak bicara. Tapi, kalau media sosial, setiap individu bisa menyampaikan berita benar atau tidak benar, setiap individu bisa membuat blog, situs, bisa ngetweet, Facebook, bisa membuat vlog, semua individu bisa," tutur Presiden.

Oleh karena itu, Presiden menilai dibutuhkan upaya bersama untuk mengatasi dampak negatif dari penggunaan media sosial yang tidak bertanggung jawab itu.

Salah satunya cara melawan penyebaran berita palsu dan kabar bohong adalah berikan klarifikasi dan menyampaikan hal yang benar kepada masyarakat, ujar Presiden.

"Tugas kita bersama untuk membentengi negara ini dari, kadang-kadang, panasnya suasana, kabar-kabar bohong seperti itu, kabar-kabar fitnah seperti itu," ucap Presiden.

Presiden Jokowi kemudian berpesan agar jangan sampai energi bangsa ini habis karena mengerjakan hal-hal yang tidak perlu. 

"Saling fitnah, saling menghujat, saling menjelekkan, saling mencemooh, saling mendemo, saling menolak, habis energi kita untuk itu," kata Presiden.

Oleh karena, Presiden Jokowi berpendapat pada saat yang sama, negara lain sudah memikirkan mengenai kemajuan teknologi.

Bila bangsa Indonesia terus berkutat pada hal-hal yang tidak produktif itu, Presiden khawatir bahwa bangsa ini akan semakin tertinggal.

"Kita hanya terjebak pada hal-hal yang menghabiskan energi. Energi kita habis, dan kita tidak mendapatkan apa-apa, kecuali saling curiga di antara kita," demikian Presiden Joko Widodo.

Presiden dalam acara itu didampingi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi, dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono.