Legislator Pertanyakan Mahasiswa Kedokteran Tidak Kembali Ke Daerah Asal

id Legislator, Barito Utara, Beasiswa Pendidikan, Kalimantan Tengah

Legislator Pertanyakan Mahasiswa Kedokteran Tidak Kembali Ke Daerah Asal

Bupati Barito Utara H Nadalsyah saat menghadiri pemandangan umum fraksi pendukung dewan, yang dipimpin Wakil Ketua II DPRD H Acep Tion di gedung DPRD setempat di Muara Teweh, Rabu (Istimewa)

Para dokter penerima beasiswa itu mengaku tidak tahu kewajiban mengabdi di daerah asal...
Muara Teweh, (Antara Kalteng) - Fraksi PPP DPRD Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah mempertanyakan terkait 10 mahasiswa kedokteran yang berkuliah di Universitas Palangka Raya yang dibiayai pemerintah kabupaten setempat yang telah lulus tapi tidak kembali ke daerah setempat untuk mengabdi.

"Para dokter penerima beasiswa itu mengaku tidak tahu kewajiban mengabdi di daerah asal, karena tidak pernah menandatangani surat perjanjian semacam itu," ucap juru bicara Fraksi PPP DPRD Barut Wardatun Nur Jamilah di Muara Teweh, Kamis.

Hal itu disampaikan dalam rapat paripurna dewan pada agenda pemandangan umum lima fraksi pendukung dewan terhadap dua RAPBD yang diajukan pemkab, dipimpin Wakil Ketua II DPRD H Acep Tion dihadiri Bupati Barito Utara H Nadalsyah.

Kedua Raperda antara lain Raperda tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD dan Raperda pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2016.

Menurut Wardatun, Pemkab Barito Utara, dengan anggaran sebanyak Rp500 juta per orang, yang diserahkan langsung ke Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya ada beberapa item perjanjian yang ternyata tidak dipenuhi semuanya oleh universitas.

"Kami menyayangkan karena Pemkab barito Utara sudah mengeluarkan dana sebesar Rp5 miliar untuk beasiswa ini, dan tidak memberikan hasil kepada daerah ini," katanya.

Pada pemandangan umum fraksi itu, PPP juga mempertanyakan beberapa permasalahan lainnya kepada Pemkab Barito Utara yakni mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun anggaran 2016 pada Dinas Pendidikan, terkait realisasi serapan anggaran pada Dinas Pendidikan yang tidak maksimal.

Pihaknya juga menanggapi kebijakan Menteri Pendidikan RI tentang sekolah 5 hari (full day), mengingat kebijakan ini bisa mendeskriminasi hak anak untuk bermain serta bercengkrama bersama orang tua di rumah.

Kebijakan tersebut juga, kata dia, juga potensial berbenturan dengan eksistensi lembaga pendidikan non formal seperti Madrasah Diniyah yang telah eksis bersama kehidupan masyarakat Islam Indonesia.

"Disisi lain juga, belum dilakukan kajian mendalam mengenai dampak dari penerapan kebijakan tersebut, baik terhadap siswa, guru maupun kesiapan sekolah," ucapnya.

Pertanyaan F-PPP lainnya yakni pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI buku I halaman 24 tabel 2.8, data yang tertera pada tabel tersebut, menurut fraksi PPP tidak valid dan akurat. Sebagai contoh pada data taman kanak-kanak, tertera hanya dua sekolah TK Negeri, padahal sebenarnya terdapat lima sekolah TK Negeri dan satu TK luar biasa.

"Terkait permasalahan guru honor SD, SMP dan SMA yang digaji dari dana BOS, fraksi PPP meminta kepada Pemkab barito Utara agar memasukkan kedalam anggaran pemberian dana insentif bagi guru honor," ujar Wardatun.