Setya Novanto Diperiksa Sebagai Saksi Perkara Korupsi KTP-e

id Setya Novanto, Perkara Korupsi KTP elektornik, Setya Novanto Diperiksa Sebagai Saksi Perkara Korupsi KTP-e

Setya Novanto Diperiksa Sebagai Saksi Perkara Korupsi KTP-e

Ketua DPR Setya Novanto. (ANTARA /Sigid Kurniawan)

Jakarta (Antara Kalteng) - Ketua DPR Setya Novanto tidak banyak bicara mengenai pemeriksaannya sebagai saksi dalam penyidikan perkara korupsi dalam pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).

"Saya yang kayak di dalam fakta persidangan," kata Setya Novanto usai menjalani pemeriksaan selama sekitar lima jam di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Setya Novanto, yang tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.50 WIB, baru keluar pukul 15.15 WIB dan langsung masuk ke mobil Toyota Fortuner warna hitam yang menunggunya di depan lobi gedung KPK.

Ia didampingi oleh Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, yang juga tidak mau berkomentar mengenai pemeriksaan Setya Novanto.

Sempat terjadi keributan saat mobil yang ditumpangi Setya Novanto hendak ke luar dari gedung KPK, karena puluhan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia yang sedang melakukan aksi menolak penggunaan hak angket DPR terhadap KPK di depan gedung KPK hendak menghadang.

Polisi yang berjaga di depan gedung KPK langsung membubarkan kerumunan mahasiswa yang hendak menghadang mobil Setya Novanto tersebut.

Setya Novanto sudah menjalani pemeriksaan pada 13 Desember 2016 dan 10 Januari 2017 untuk dua orang yang saat ini sudah menjadi terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.

Nama Setya Novanto disebut dalam surat tuntutan jaksa terhadap Irman dan Sugiharto.

Menurut dakwaan jaksa, Andi Agustinus alias Andi Narogong menawarkan kepada Irman dan Sugiharto untuk bertemu dengan Setya Novanto demi kelancaran proyek KTP-e. Andi menyebut Setya Novanto sebagai "kunci anggaran" KTP-e menurut dakwaan jaksa.

Dakwaan jaksa juga menyebut pertemuan Andi Agustinus dan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini dengan Setya Novanto di Hotel Gran Melia Jakarta.

Dalam pertemuan itu Setya Novanto menyatakan dukungannya pada pembahasan anggaran proyek penerapan KTP-e dan beberapa hari kemudian Irman dan Andi Agustinus menemui Setya Novanto di ruang kerjanya di Lantai 12 Gedung DPR.

Dalam pertemuan tersebut Irman dan Andi Agustinus meminta kepastian kesiapan anggaran untuk proyek penerapan KTP Elektronik dan Setya Novanto mengatakan "Ini sedang kita koordinasikan, perkembangannya nanti hubungi Andi".

Atas bantuan Setya Novanto, konsorsium PNRI yang terdiri atas Perum PNRI, PT LEN Indusgtri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan PT Sandipala Artha Putra dapat memenangkan proyek KTP-E dengan nilai kontrak Rp5,841 triliun.

Sampai 2 Agustus 2012, Sugiharto telah melakukan pembayaran tahap 1-3 pada tahun 2011 serta pembayaran tahap 1-2012 yang seluruhnya berjumlah Rp1,979 triliun.

Berdasarkan laporan Andi Agustinus dan Anang S Sudihardja kepada Sugiharto, sebagian uang yang diterima tersebut diberikan kepada Setya Novanto dan anggota DPR lainnya yang kemudian memicu perselisihan antara Andi Agustinus dengan Anang karena tidak bersedia memberikan uang lagi.

Atas perselisihan itu, Irman lalu memerintahkan Sugiharto mengadakan pertemuan dengan Andi Agustinus dan direktur utama PT Quadra Solution Anang S Sudihardjo di Senayan Trade Center guna mencari solusi atas perselisihan tersebut, namun keduanya tidak mencapai kesepakatan.

Oleh karena itu Andi Agustinus marah sambil mengatakan "Kalau begini saya malu dengan SN (Setya Novanto), ke mana muka saya dibuang, kalau hanya sampai di sini sudah berhenti".

Pertemuan tersebut, menurut jaksa, merupakan perbuatan permulaan untuk mewujudkan delik, karena pada dasarnya setiap orang yang hadir dalam pertemuan tersebut menyadari dan menginsyafi pertemuan tersebut bertentangan dengan hukum serta norma kepatutan dan kepantasan.

Dalam perkara ini, Irman sendiri dituntut dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun penjara dan untuk Sugiharto lima tahun penjara. Sementara Andi Narogong masih berstatus tersangka.