Wacana Pemindahan Ibu Kota ke Palangkaraya Sebab Faktor Historis, Kata Pakar Tata Kota

id kota palangka raya, yayat supriyatna, pemindahan ibukota ke palangka raya, tugu soekarno

Wacana Pemindahan Ibu Kota ke Palangkaraya Sebab Faktor Historis, Kata Pakar Tata Kota

Monumen Tugu Soekarno yang terletak di jantung Kota Palangka Raya tepatnya di Jalan S. Parman, Kelurahan Palangka Kecamatan Pahandut. (Foto Antara Kalteng/Ronny NT)

Jakarta (Antara Kalteng) - Pakar tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan wacana pemindahan Ibu Kota ke Palangkaraya lebih disebabkan faktor historis karena pernah disebut-sebut oleh Presiden Pertama Indonesia Sukarno.

"Dulu Palangkaraya jelas masih sepi. Kondisi saat ini jelas sudah jauh berbeda. Sah-sah saja saat ini Palangkaraya masih disebut-sebut, tetapi Palangkaraya bagian mana?" kata Yayat saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Yayat mengatakan Palangkaraya sendiri saat ini sudah menjadi kota dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Karena itu, untuk membangun Ibu Kota baru,  perlu kawasan lain yang lebih mudah ditata.

Sebab, bila kawasan yang dipilih sudah terbangun sebagai kota, maka akan ada kesulitan menggeser penduduk yang sudah lebih dahulu mendiami kawasan tersebut. Belum lagi ganti rugi karena ada pembebasan lahan penduduk.

Namun, bila lokasi yang dipilih masih berupa hutan dan betul-betul kosong, Yayat menilai juga akan terdapat kendala. Sebab, pembangunan sebuah kota dari nol pasti akan lebih berat.

"Karena itu, pemilihan lokasi Ibu Kota baru Indonesia harus dikaji secara lebih komprehensif. Pemilihan posisi strategis juga perlu, tetapi harus dikaji," tuturnya.

Yayat menyatakan tidak sependapat bila ibu kota baru yang akan dibangun harus berada di tengah-tengah Indonesia. Menurut dia, posisi yang strategis adalah lokasi yang mudah diakses dan dijangkau.

Pembangunan ibu kota baru juga harus memperhitungkan kondisi geografis dan kontur tanah lokasi yang akan dipilih karena akan menentukan cara bagaimana kota tersebut dibangun.

"Misalnya membangun jalan, jelas berbeda antara di Jawa dengan di Kalimantan yang masih banyak lahan gambut," ujarnya.