Legislator Soroti Kurangnya Pendampingan Dana Desa di Kotim

id DPRD Kotawaringin Timur, Syahbana, Pendampingan Dana Desa

Legislator Soroti Kurangnya Pendampingan Dana Desa di Kotim

Ilustrasi. (Istimewa)

Sampit (Antara Kalteng) - Pengelolaan dana sejumlah desa di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang diselidiki aparat penegak hukum, dinilai menunjukkan pendampingan dan pembinaan kepada aparatur desa belum maksimal.

"Kami berharap pembinaan dan pengawasan pelaksanaan dana desa ditingkatkan supaya jangan ada lagi muncul masalah. Jangan sampai bertambah banyak desa yang pengelolaan dananya diselidiki aparat karena diduga ada penyimpangan," kata anggota Komisi I DPRD Kotawaringin Timur, Syahbana di Sampit, Minggu.

Politikus Partai Nasdem ini mengaku prihatin banyaknya desa yang penggunaan dananya diduga bermasalah. Kondisi ini sangat ironis karena dikhawatirkan akan ada aparatur desa yang terjerat kasus tindak pidana.

Sumber daya manusia aparatur desa yang sebagian belum sepenuhnya menguasai dalam pengelolaan anggaran, seharusnya bisa diatasi dengan memaksimalkan pembinaan dan pendampingan. Jika kemudian muncul masalah, bisa jadi akibat belum maksimalnya pembinaan dan pendampingan tersebut.

Syahbana juga meminta pengawasan internal yang dilakukan berjenjang sesuai tingkatan, dilakukan dengan baik oleh eksekutif. Secara khusus, Inspektorat diminta melakukan pengawasan lebih ketat terhadap penggunaan dana desa.

"Pemerintah mengucurkan dana besar untuk desa itu dengan harapan pembangunan bisa lebih optimal karena disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa. Kepala desa atau aparatur desa jangan main-main dengan pengelolaan dana desa karena konsekuensinya adalah sanksi hukum," kata Syahbana.

Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah, Halikinnor mengakui, penggunaan anggaran desa di empat desa di Kotawaringin Timur diselidiki Kejaksaan Negeri setempat karena diduga bermasalah sehingga berpotensi merugikan negara.

"Empat desa itu adalah Desa Soren, Simpur, Tumbang Bajaney dan Tumbang Manya. Saat ini sudah ditangani Kejaksaan. Biasanya ketika ada temuan oleh Inspektorat itu dibina dulu. Tapi kalau tidak bisa, baru Kejaksaan yang turun," kata Halikinnor.

Secara internal, pemerintah daerah melakukan pengawasan, khususnya melalui Inspektorat. Jika ada temuan dugaan penyimpangan penggunaan anggaran, instansi terkait langsung diberi peringatan untuk segera memperbaiki kesalahan agar tidak sampai terjadi pelanggaran hukum.

Namun jika tindakan menyimpangan itu tetap dilakukan meski sudah diperingatkan, maka penegak hukum yang menanganinya. Pemerintah daerah menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum dan tidak bisa mengintervensi.

Halikinnor menegaskan, penggunaan anggaran desa sudah ada aturan peruntukannya dan cara pertanggungjawabannya. Jika ada kendala, aparatur desa bisa berkonsultasi atau minta pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, maupun Inspektorat.

Besarnya anggaran desa yang kini mencapai di atas Rp1 miliar per tahun, menjadi daya tarik tersendiri. Seperti saat ini, warga banyak yang berminat mencalonkan diri menjadi kepala desa dalam pemilihan kepala desa serentak di 79 desa pada 21 Oktober nanti.